Keuntungan yang didapat tak sebanding dengan modal produksi yang sudah dikeluarkan. "Begitu panen harganya anjlok. harga kayu dan harga batu bata atau harga engsel pintu dan harga pasir atau harga genteng dan harga air cooler atau harga rolling door dan harga triplek atau harga wallpaper dinding dan harga cat besi Garga saat ini sangat tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan selama masa bercocok tanam," kata Yusuf di kebunnya, Selasa (26/2/2019). Saat ini, kata Yusuf, sayur miliknya dibeli Rp 1.000 hingga Rp 1.500 per kilogram.
Bahkan ada yang tidak laku karena tidak diambil para pedagang. Baca juga: Buah Naga Merah Banyuwangi, yang Disayang dan Dibuang... Yusuf mengatakan, sebenarnya petani sayur di Tembesi tidak ingin membabat tanamannya sendiri. Namun karena tidak ada solusi dari pemerintah, akhirnya kekecewaan mereka diluapkan dengan membabat seluruh tanaman sayur yang mereka miliki ini. "Rata-rata sayuran ini berusia 20 hari dan siap panen.
Namun karena harganya anjlok, akhirnya kami babat," katanya. "Makanya tidak ada cara lain untuk meluapkan kekesalan ini. Pembabatan ini kami lakukan juga agar bisa secepatnya melakukan pergantian jenis tanaman yang akan kami tanam untuk menimalisir kerugian yang kami alami," ujarnya. "Kami juga berharap agar pemerintah kota atau instansi terkait dapat mengontrol harga harga di pasaran sehingga petani tidak terus menerus dirugikan," katanya.